Ingin Sekolah Montessori, Jangan Sekadar Ikut Tren!

Suatu hari, kala kumpul keluarga, tiba-tiba saja adik aku inginkan memasukan anaknya ke sekolah bersama metode Montessori. Sebenarnya tidak hanya adik aku saja yang mengutarakan permintaan untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah bersama metode pendidikan Montessori. Tapi, lebih dari satu teman yang punya anak balita dan batita pun bahkan sudah ada yang mendaftarkan anaknya ke sekolah yang diprakarsai oleh Maria Montessori.

Tentu ada banyak alasan kenapa sekolah Montessori mendapat tempat di hati para ibu. Tentu sebagai orangtua, kami bebas pilih sekolah untuk si kecil, tapi kadang, sebagai orangtua, nggak jarang kami puas latah nggak sih, pilih sesuatu bikin anak? Hehehe. Latah didalam artinya mengikuti yang tengah ramai disukai oleh para teman-teman sesama ibu lainnya atau yang tengah hits di fasilitas sosial.

Nah, sebelum akan melacak sekolah Montessori yang bakal menjadi tempat studi anak, review siasat dari Dirra Soewondho, Kepala Sekolah & Pendiri Sekolah Montessori Taman Tumbuh.

Pertama, tentu lebih baik kalau calon orangtua murid browsing soal definisi dan filosofi Montessori itu apa? Kalau perlu, memandang di YouTube, sekolah Montessori di negara maju itu bentuk dan aktivitasnya layaknya apa?

Kedua, usahakan untuk dapat langsung wawancara guru atau kepala sekolah. Tidak ada salahnya mengajukan pertanyaan layaknya ini, ”Apakah ini sekolah Montessori murni atau bukan? Kalau bukan, prinsip-prinsip apa saja yang dipertahankan, dan yang mana yang tidak dipakai?”

Ketiga, orangtua dan anak wajib trial dan memandang langsung bagaimana cara guru mengatasi anak dan berkomunikasi kepada seluruh anak. Perlu dicatat, bukan hanya anak saja lho! Lalu tanyakan pada diri sendiri, apakah kami sebagai orangtua sudah terasa sreg bersama caranya? Apakah anak kami terasa nyaman bersama lingkungan, teman sekelas dan gurunya?

Keempat, kalau seluruh kesan dan jawaban yang diterima adalah positif, ini isyarat orangtua dan anak siap untuk mendaftar masuk sekolah.

Namun, ada hal mutlak yang wajib ditanyakan pada diri kami dan juga anggota keluarga lain, apakah seluruh support system di rumah dapat untuk mempraktikkan kembali metode Montessori di rumah? Ini yang menjadi PR dan tantangan, kala anak masuk sekolah Montessori. Komitmen untuk melanjutkan dan menerapkan metode Montessori di rumah. Jangan sampai anak punya dua metode berbeda, setengah hari Montessori setengah hari lain lagi. Kasihan si anak. Bukan hanya karena inkonsisten, tapi juga pendidikan Montessori yang diemban menjadi sia-sia.

Pertama, kami diingatkan untuk punya respek kepada anak, bahwa mereka bukan anak kecil yang tidak mengetahui apa-apa.Hargai anak sebagai individu muda yang utuh. Tidak kembali komunikasi yang mendominasi bersama perintah atau memaksa.”

“Komunikasi yang egaliter, respek pada permintaan anak bersama lebih banyak bertanya. Bukan memaksakan permintaan orangtua. Orangtua lebih banyak mengingatkan kepada anak.”

Nah, bagaimana? Semoga penjelasan dan pengalaman di atas dapat menopang untuk siap menyekolahkan anak bersama metode Montessori ya!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *